TEGUH DALAM PENDIRIAN
📝 Kurniaw4n_85
بسم الله الرحمن الرحيم
Kapan hari ketika menterapi salah satu pengusaha ayam potong, saya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Pertama: kegigihan beliau dalam bekerja, mencari ma'isyah tak kenal lelah; untuk mencukupi keluarga dari harta yang berkah. Kedua: beliau adalah sosok yang teguh dalam kepribadian, tidak ingin barang secuil dari harta yang haram, untuk diberikan kepada keluarga. Ketiga : memandang dunia ini hanya jalan menuju kampung keabadian yaitu akhirat, sehingga menyebabkan sikap zuhud dan qona'ah melekat dalam kepribadiannya.
Ada yang menarik ketika kami berbincang bincang, yaitu ketika banyak lembaga pembiayaan keuangan(bank konvensional), menawarkan sejumlah modal yang nilainya diatas 300 juta tanpa agunan/jaminan. Akan tetapi ditolak tawaran tersebut dengan tegas; saking takutnya dengan riba. Berbanding terbalik dengan keadaan orang zaman sekarang, jangankan ditawari malah datang sendiri ke lembaga keuangan tersebut. Padahal secara tegas didalam Al Qur'an Allah Azza Wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.[ QS Al Baqoroh: 278]
Terkait dengan permasalahan riba, mari kita amati pendapat Imam Maliki terkait hal tersebut.
Mazhab Maliki memiliki pendekatan yang tekstual namun juga mempertimbangkan konteks. Imam Malik mendefinisikan riba secara spesifik terkait barang-barang yang ditakar dan ditimbang. Imam Malik dalam menyatakan:
قال مالك: الربا في كل شيء يكال أو يوزن من الطعام والشراب
Artinya: "Riba terdapat pada setiap sesuatu yang ditakar atau ditimbang dari makanan dan minuman." (Al-Mudawanah, [Beirut, Darul Kutub Al-'Ilmiyah: 2007], juz III, halaman 42). Pendapat ini menunjukkan bahwa riba, menurut mazhab Maliki, berlaku pada barang-barang yang memiliki kesamaan dalam cara penentuan nilainya (takaran atau timbangan), terutama terkait dengan komoditas makanan.
Ibnu Rusyd menjelaskan:
اتفق العلماء على أن الربا في شيئين: في البيع والسلف. فأما الذي في البيع فهو نوعان: الزيادة في أحد المتماثلين والتأخير
Artinya: "Para ulama sepakat bahwa riba terdapat pada dua hal: dalam jual beli dan hutang-piutang. Adapun riba yang terjadi dalam jual beli terbagi dua: riba tambahan dalam pertukaran barang sejenis (fadhl) dan riba atas penangguhan masa pembayaran (nasi'ah)." (Bidayatul Mujtahid, [Maroko, Darul Hadits: 1998], juz III, halaman 155).
Mazhab Maliki menetapkan bahwa 'illat riba adalah sifat dapat dimakan dan dapat disimpan. (Ibnu Rusyd, III/156). Riba qardh dalam mazhab Maliki juga memiliki prinsip yang sama dengan mazhab lainnya, yakni setiap tambahan yang ditetapkan dalam kontrak pinjaman dianggap sebagai riba. Imam Malik sangat tegas dalam menekankan bahwa setiap keuntungan yang diperoleh dari transaksi hutang-piutang tanpa adanya jasa atau usaha yang sah adalah riba yang dilarang.[1]
Maka wajib bagi setiap kaum muslimin untuk belajar terkait mualamah terutama yang terkait masalah ribawi; agar tidak terjerumus kepada hal tersebut. Sebab menuntut ilmu/belajar ilmu dien hukumnya wajib bagi setiap muslim.
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.
Artinya “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah dari Anas Ra.)
---------------------------------------
● Kalianyar, 9 Dzulqoidah 1446 H./ Kamis 8 Mei 2025
■ Catatan Kaki.
1.https://islam.nu.or.id/syariah/definisi-riba-lengkap-empat-mazhab-11fvp
Komentar
Posting Komentar